BAB
I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Asma bronchial adalah
suatu penyakit pada jalan napas. Asma Bronhial sering disebabkan oleh debu,
spora dan allergen-alergen yang lain. Asma bronchial juga bias disebabkan oleh
kompensasi tubuh yang tidak tahan terhadap cuaca. Di Indonesia, banyaknya pekerja
kasar menyebabkan peningkatan penderita Asma Bronhial karena penyakit ini juga
dipicu oleh kegiatan tubuh yang berlebihan.
Di dalam makalah ini, kami akan membahas seputar gangguan pernapasan
mengenai Asma bronhial yang
meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostic, penatalaksanaan
dan teori asuhan keperawatan appendicitis.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asma
Bronhial?
2. Apa saja etiologi dari Asma
Bronhial?
3. Bagaimana patofisiologi Asma
Bronhial?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Asma
Bronhial?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan pada klien Asma Bronhial?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis Asma Bronhial?
7. Bagaimana teori asuhan keperawatan pada klien Asma
Bronhial?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian
dari Asma Bronhial.
2.
Memahami
apa saja etiologi dari Asma Bronhial.
3.
Memahami
bagaimana patofisiologi Asma Bronhial.
4.
Apa saja
tanda dan gejala dari penyakit Asma Bronhial
5.
Mengetahui
apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien Asma
Bronhial
6.
Mengetahui
bagaimana penatalaksanaan medis bagi klien Asma Bronhial
7.
Memahami
teori asuhan keperawatan pada klien Asma Bronhial.
D. Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
perawat/ mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami penyakit Asma Bronhial.
BAB
II
ISI
A. Laporan
Pendahuluan Asma Bronkhial
1. Pengertian
Asma adalah suatu
penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan (The
American Thoracic Society, 1962)
Tipe Asma
a.
Asma alergik atau ekstrinsik
Asma alergik merupakan
suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung
sari, makanan dll. Allergen terbanyak adalah airborne dan musiman. Klien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan
riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak anak-anak
b.
Ideopatik atau nonalergik asma /
intrinsic
Asma nonalergik tidak
berhubungan secara langsung dengan alergi spesifik. Factor – factor seperti
common cold, infeksi saluran napas atas aktivitas, emosi atau stress, dan
polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti
antagonis β-adrenergi dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi
factor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi
bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma
campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
c.
Asma campuran (mixed asma)
Asma campuran merupakan
bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis
asma alergi dan nonalergi.
2. Etiologi
Sampai saat ini
etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua
penderita asma adalah fenomena hipereaktifitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun nonimunologi oleh karena sifat
inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik,
metabolic, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu
mengetahui dan sedapat meungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat
menimbulkan asma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Alergen utama, seperti debu rumah, spora
jamur, dan tepung sari rerumputan.
2.
Iritan seperti asap, bau – bauan dan
polutan
3.
Infeksi saluran napas terutama yang
disebabkan oleh virus
4.
Perubahan cuaca yang ekstrem
5.
Kegiatan jasmani yang berlebihan
6.
Lingkungan kerja
7.
Obat – obatan
8.
Emosi
3. Manifestasi
klinis
Gejala asma terdiri
atas dispnea, batuk dan mengi. Gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap
sebagai gejala yang harus ada.
4. Patofisiologi
Asma akibat alergi
bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B serta
diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airborne
dan agar dapat menginduksi keadaan sensitifitas, allergen tersebut harus
tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali
sensitifisasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat
baik, sehingga sejumlah kecil allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering
berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah aspirin, bahan pewarna
seperti tartazin, antagonis beta-adrenergi, dan bahan sulfat. Sindrom
pernapasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun
kedaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak – kanak. Masalah ini biasanya
berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang
sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberiaan obat setiap
hari. Setelah menjalani bentuk terapi
ini , toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid
lain. Mekanisme yang menyebabkan brokospasma karena penggunaan aspirin dan obat
lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien
yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis
beta-adrenergi biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien asma, sama
halnya dengan klien lain dapat menyebabkan peningkatan reaktifias jalan napas
dan hal tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat seperti kalium mtabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida yang secara luas
digunakan oleh industry makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta
pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada klien yang
sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau caira yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Pencetus-pencetus
serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan
mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi
ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadai serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa
histamine, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah
timbulnya 3 gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas
kapiler, dan peningkatan secret mucus, seperti terlihat pada skema berikut ini
:
|
|||
![]() |


|

![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
|
|||||||||
|
|||||||||
5. Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik peningkatan FEV
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosa asma.
b.
Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini
dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna
bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
c.
Pemeriksaan Kulit
Untuk
menunjukan adanya antibodi lgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Hanya dilakukan pada
serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis
respiratorik.
2.
Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyembabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel
dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian di ikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa
antibiotik.
3.
Sel eosinofil Sel eosinofil pada klien dengan status
asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik,
sedangkan hitung sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat. 4.
pemeriksaan darah rutin dan kimia Jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan
kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan
Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma
bronkhial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma
seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
6. Penatalaksanaan
Medis
Pengobatan
Nonfarmakologi
a.
Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk
peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan
berkonsultasi pada tim kesehatan.
b.
Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu
mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, temasuk intake cairan yang
cukup bagi klien.
c.
Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan
fibrasi dada.
a.
Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel).
Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot,
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b.
Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali
sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c.
Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol dengan dosis 4 kali semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid
jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d.
Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin
merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum
bromide diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari (kee dan Hayes, 1994).
Prinsip-prinsip
penatalaksanaan asma bronchial adalah sebagai berikut :
a.
Diagnosis status asmatikus. Factor
penting yang harus diperhatikan :
b.
Saatnya serangan
c.
Obat-obatan yang telah diberikan (macam
dan dosis)
d.
Pemberian obat bronkodilator
e.
Penilaian terhadap perbaikan serangan
f.
Pertimbangan terhadap pemberian
kortikosteroid
g.
Penatalaksanaan setelah serangan mereda
1) Cari
faktor penyebab
2) Modifikasi
pengobatan penunjang selanjutnya
B.
Asuhan Keperawatan Teori Asma Bronkhial
1. Pengkajian
Keperawatan
a. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan
jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia
dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan
pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopik. Tempat tinggal
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Berdasarkan alamat
tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus
serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam
keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan
serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pernapasan bahan
alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal
masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan,dan diagnosis
medis. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit untuk bernapas.
b. Riwayat
Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang
mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan
mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing,penggunaan ototbantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran,
sianosis,dan perubahan tekanan darah. Seragam asma mendadak secara klinis dapat
dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk
berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua
ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa
sesak napas, berusahaa untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir
tempat tidur, tampak pucat, gelisah,dan warna kulit mulai membiru. Stadium tiga
ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara
kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernapasan meningkat karena asfiksia. Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang
biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih
relevan untuk digunakan kembali.
c. Riwayat
Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada
masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma,
frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan,
serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
d. Riwayat Penyakit
Keluarga
Pada klien dengan serangan asma
perlu dikaji tentang riwayat penyakit asama atau penyakit alergi yang lain pada
anggota keluarganya karena hipersesitivitas pada penyakit asma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood, Alsagaf,1993).
e. Pengkajian
Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak
efektid sering didapatkan pada klien dengan asma bronkhial. Status ekonomi
berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidyp yang berat lebih berpotensial
mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalamai
ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain. Sampai mengalami ketakutan tidak
dapat menjalankan peranan seperti semula.
f. Pola resepsi
Dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia
untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gays
hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimmbulkan serangan asma.
g. Pola
hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien
untuk menjalani kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya
dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga,masyarakat,
ataupun lingkungan kerja sercara perubahan peran yang terjadi seteleah klien
mengalami serangan asma.
h. Pola
persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien
terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif
pada diri klien. Cara memandang diri yang slaah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan
asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
i.
Pola penanggulangan stress
Stres dan ketegangan emosional
merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu
dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengarus stres terhadap
kehidypan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
j.
Pola sensorik dan kognitif
Kelain pada pola persepsi dan
kognitif akan memengaruhi konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah
stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang
pun akan semakain tinggi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan
klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan
kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri
kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran
klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis,
batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
a.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Inspeksi pada klien asma terlihat
adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
adanya peningkatan diameter anterposterior, retraksi otot-otot interkostalis,
sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi
biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi
didapat suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan
rendah.
Auskultasi
Terdapat
suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik
atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada
akhir ekspirasi.
b.
B2 (Blood)
Perawat
perkmu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
c.
B3 (Brain)
Pada saat
inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperlukan pemeriksaan
GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen,
atau koma.
d.
B4 (Bladder)
Pengukuran
volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
e.
B5 (Bowel)
Perlu juga
dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat
hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status
nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam
memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi
kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat
makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
f.
B6 (Bone)
Dikaji
adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. pada integumen perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas
atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
utrikaria atau dermatitis. pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan
kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang
meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu dikaji pula tentang
aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya.
Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan
exercise induced asma.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mukus yang
kental.
b.
Resiko tinggi
ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal nafas.
c.
Gangguan pertukaran gas
yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
d.
Gangguan pemenuhan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu
makan.
e.
Gangguan ADL yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
f.
Cemas yang berhubungan
dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernafas).
g.
Kurangnya pengetahuan
yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit
dan pengobatan.
3. Rencana
intervensi
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus sekresi
mukus yang kental.
|
|
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah di berikan intervensi
kebersihan jalan nafas kembali efektif
|
|
Kriteria
evaluasi :
-dapat
mendemostrasikan batuk efektif
-dapat
menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
-tidak ada
suara nafas tambahan dan wheezing (-)
-pernafasan
klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot bantu nafas
|
|
Rencana intervensi
|
Rasional
|
Kaji
warna,kekentalan dan jumlah sputum
|
Karakteristik
sputum dapat menunjukan berat ringannya obstruksi
|
Atur posisi
semifowler
|
Meningkatkan
ekspansi dada
|
Ajarkan cara batuk efektif
|
Batuk yang
terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yangmelekat di
jalan nafas.
|
Bantu klien
latihan nafas dalam
|
Ventilasi
maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan sekret kedalam
jalan nafas besar untuk di keluarkan
|
Pertahankan
intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari
kecuali tidak di indikasikan
|
Hidrasi yang
adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektikan pembersihan jalan
nafas
|
Lakukan
fisioterapi dada dengan teknik postural crainase, perkusi, dan fibrasi dada
|
Fisioterapi
dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
|
Kolaborasi
pemberian obat
Bronkodilator
golongan B2
·
Nebulizer (via inhalasi )dengan golongan terbutalin 0,2mg fenoterol
HBr 0,1%
·
Intravena dengan golongan theophyline
ethilenediamine (aminofilin) bolus IV 5-6 mg/kg BB
|
·
Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus
yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
·
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi
jalan nafas dapat optimal
|
Agen
mukolitik dan ekspektoran
|
Agen
mukoliti menurunkan kekentalan dan pelengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
Agen
ekspektoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan nafas
|
Kortikosteroid
|
Kortikostiroid
berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi
inflamasi akibat edema mukosa dan
dinding bronkus.
|
2.
Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang
berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia dan ancaman gagal
nafas.
|
|
Tujuan
:
Dalam waktu 3 x 24 jam setelah
di berikan intervensi pola nafas kembali efektif.
|
|
Kriteria evaluasi
: Menunjukan
pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frequensi, kedalaman pernafasan
dan ekspansi dada, catat upaya, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran
nasal.
|
Kecepatan biasanya meningkat, dipsneu
dan terjadi peningkatan kerja napas. Kedaaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan
dengan nyeri dada pleuritik.
|
Auskultasi bunyi nafas dan catat
adanya bunyi nafas ventisius, seperti krekels, mengi.
|
Bunyi nafas menurun/tak ada jalan
nafas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan, jalan nafas kecil.
Ronkhi dam mengi menyertai obstruksi jalan nafas/gagal nafas.
|
Tinggikan kepala dan bantu mengubah
posisi.
|
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi
paru dan memudahkan pernafasan.
|
Bantu klien dalam nafas dalam dan
latihan batuk, pengisapan peroral atau nasotrakeal bila diindikasikan.
|
Dapat meningkatkan sputum dimana
gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernafas.
|
Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
|
Memaksimalkan bernafas dan menurunkan
kerja nafas
|
Berikan humidifikasi tambahan :
nebulizer
|
Memberikan kelembaban pada membrane
mikosa dan membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
|
3. Gangguan pertukaran gas yang
berhubungan dengan serangan asma menetap.
|
|
Tujuan
: Setelah dilakukan intervensi pertukaran gas kembali membaik
|
|
Hasil Karakteristik :
-
Bebas gejala distres pernafasan
-
Frekuensi nafas 16-20x/menit
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan,
catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara
|
Berguna dalam evaluasi derajat
disstres pernafasan
|
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas
|
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi.
|
Auskultasi bunyi nafas, catat area
penurunan aliran udara atau bunyi tambahan
|
Bunyi nafas mngkin redup karena
penurunan aliran udara. Adaanya mengi mengidikasikan tertahannya sekret
|
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
|
Memperbaiki/mencegah hipoksia
|
4.
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
|
|
Tujuan
: Setelah dilakuakn intervensi diharapkan pemenuhan kebtuhan nutrisi klien
terpenuhi
|
|
Hasil Kriteria :
-
Menunjukan pemahaman kebutuhan
diet individu
-
Menunjukan peningkatan berat
badan sesuai tujuan dalam nilai laboratorium normal
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Catat status nutrisi klien pada
penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat
badan, riwayat mual/muntah
|
Berguna dalam mendefinisikan
derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat
|
Pastika pola diet pasien, yang
duisukai/tak disukai
|
Membantu dalam mengidentifikasi
kebutuhan khusus. Pertimbangkan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet
|
Dorong orang terdekat untuk membawa
makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi
|
Membuat lingkungan social lebih normal
selama makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan cultural
|
Rujuk ke ahli diet untuk menentukan
komposisi diet
|
Memberikan bantuan dalam perencanaan
diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic dan diet
|
5.
Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik
umum, keletihan.
|
|
Tujuan
: Setelah dilakukan intervensi diharapkan aktifitas klien terpenuhi
|
|
Hasil Kriteria : Frekuensi nafas
16-20x/menit, frekuensi nadi 60-80x/menit
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kemampuan klien dalam melakukan
aktifitas
|
Menjadi data dasar dalam melakukan
intervensi selanjutnya
|
Atur cara beraktifitas klien sesuai
kemampuan
|
Untuk memulihkan kondisi klien dalam
beraktifitas
|
Ajarkan latihan otot pernafasan
|
Setelah klien mempelajari pernafasan
digfragmatik, suatu program pelatihan otot-otot yang digunakan dalam
bernafas. Program ini mengharuskan klien bernafas terhdap suatu tahanan
selama 10-15 menit setiap hari
|
6.
Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian
yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
|
|
Tujuan
: Setelah dilakukann inervensi diharapkan rasa cemas klien berkurang
|
|
Hasil Kriteria :
-
Mengkomunikasikan esadaran
perasaan dan cara sehat untuk menerimanya
-
Menunjukan perilaku pemecahan
masalah untuk mengatasi situasi yang ada
-
Melaporkan ansietas/takut menurun
sampai tingkat dapat ditangani
-
Tampak rileks dan tidur/istirahat
sesuai
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasi persepsi klien tentang
ancaman yang ada dari situasi
|
Mendefinisikan lingkup masalah
individu dan mempengaruhi pilihan intervensi
|
Akui ansietasdan takut terhadap
situasi. Hindari pemberian keyakinan yang tak berarti bahwa segalanya akan
baik
|
Memvalidasi kenyataan situasi tanpa
meminimakan dampak emosi. Memberikan kesempatan pada klien mulai menerima apa
yang terjadi, menurunkan ansietas
|
Tunjukan penggunaan teknik relaksasi,
contoh focus pernafasan, bimbingan imajinasi.
|
Memberikan manajemen aktif untuk
menurunkan perasaan tak berdaya
|
Berikan aktifitas olahraga, waktu
senggang dalam kemampuan individu,
|
Untuk meningkatkan kualitas hidup
|
7.
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi
yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
|
|
Tujuan
: setelah dilakukan intervensi diharapkan klien mampu memahami isi materi
pembelajaran
|
|
Hasil Kriteria :
-
Menyatakan pemahaman seluk beluk
diagnosa, program pengobatan.
-
Melakukan dengan benar prosedur
yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
-
Berpartisipasi dalam proses
belajar.
-
Melakukan perubahan pola hidup.
|
|
Rencana
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan kemampuan dan keinginan untuk
belajar
|
Kondisi fisik dapat mencegah klien
terlibat dalam perawatan sebelum dan sesudah pulang.
|
Diskusikan kondisi khusus yang
memerlukan dukungan ventilasi, tujuan pengobatan untuk jangka waktu pendek
atau panjang
|
Memberikan pengetahuan dasar untuk
klien dan orang terdekat membuat keputusan berdasarkan informasi.
|
Identifikasi gejala yang harus
dilaporkan keperawat, contoh sulit bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo
|
Dapat menunjukan kemajuan atau
pengaktifan ulang penyakit, atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
|
BAB
III
Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah secara spontan maupun hasil pengobatan. Tipe-tipe Asma diantaranya
Asma alergik atau ekstrinsik, Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic, dan
Mixed Asma atau Asma Campuran.
Penyebab asma yaitu seperti debu
rumah, spora jamur, rerumputan., asap, bau – bauan, Infeksi saluran napas
terutama yang disebabkan oleh virus, perubahan cuaca yang ekstrem, kegiatan
jasmani yang berlebihan, lingkungan kerja dan lain-lain.
Pada Asuhan Keperawatan, Diagnosa
yang mungkin muncul diantaranya :
a.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mukus yang
kental.
b.
Resiko tinggi
ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan,
hipoksemia dan ancaman gagal nafas.
c.
Gangguan pertukaran gas
yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
d.
Gangguan pemenuhan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu
makan.
e.
Gangguan ADL yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
f.
Cemas yang berhubungan
dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernafas).
g.
Kurangnya pengetahuan
yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit
dan pengobatan
Daftar
Pustaka
Doenges,
Marilynn E dkk..1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Dalam Monica Ester (Ed.). Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif.
2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba
Medika
Somantri, Irman.
2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta
: Salemba Medika
OBAT ASMA
BalasHapusinfo yang sangat menarik